KAIN KAPAN
Seperti dejavu. Kegiatanku hampir selalu sama dua minggu ini. Duduk di bus yang sama. Sebangku dengan orang yang sama. Melewati jalan yang sama.
Begitu juga dengan papan reklame kecil itu. Tetap sama. Tidak berubah. Tak bergeming digetarkan roda-roda bus dan truk yang besar. Sebenarnya mungkin terlalu berlebihan jika disebut papan reklame. Karena hanya sebuah papan kayu kecil yang kusam dan tertutup debu. Papan yang disangga tiang yang tingginya hanya sekitar 2 meter. Tulisannya masih jelas. Mungkin awalnya papannya di cat putih dan tulisannya berwarna merah, namun karena tersapu debu, terik matahari dan hujan maka membuatnya menjadi kusam. Tapi tetap saja tulisannya masih jelas. “JUAL KAIN KAPAN”
Pertama aku melihatnya, aku tertawa. Tertawa keras sekali. Bahkan memberitahu teman-temanku yang lain. Dan menertawakannya. Secara bahasa indonesia memang lucu, tapi itu memang bahasa wajarnya daerah sini. Maaf, bukannya ini SARA lhoo... tapi memang untuk masyarakat didaerah sini begitu. Huruf f-nya tersirat menjadi p. Jadinya KAIN KAFAN disebutnya KAIN KAPAN. Tapi lihatnlah, ternyata semuanya ada nilai pelajaran yang dapat diambil.
Seperti biasa aku kembali melewatinya, lama-lama tawaku berkurang, kemudian tersenyum dan merenung. Reklame itu sebenarnya syarat dengan makna. Kain kapan. Yah menurutku itu berarti adalah kain yang entah kapan akan kita pakai. Dan itu akan jadi pakaian terakhir kita.
Entah kapan, tapi hari itu pasti akan sampai. Semoga kita dapat belajar dari itu semua. Semoga bisa menjadi KAIN KAPANPUN, bukan KAIN KAPAN-KAPAN. Dengan KAPANPUN itu berarti kita selalu siap, dengan KAPAN-KAPAN itu berarti bahwa kita tidak siap, bahkan mungkin kita tidak yakin dengan itu. Mari bersiap untuk KAPANPUN
Bogor, 03 Oktober 2014
06.59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar