minggu kemarin saya menunggu-nunggu #newsletter dari mas Adjie silarus, yah seperti rabu-rabu sebelumnya, sampai malam dan sampai pagi lagi. Sampai kemudian saya tweet deh mas adjie-nya, dan beliau menjawab bahwa minggu ini newsletter libur karena mas adjie sedang ada perjalanan ke tempat yang susah sinyal (masih indonesia pasti ya? haha)
dan akhirnya, pesan itu masuk ke email, dan isinya mungkin nasehat juga untukku, jangan terlalu ngarep(bahasa jawa-nya mengharapkan) kaya rabu kemarin, yah tentunya ngarep kepada sesuatu yang juga masih ngarep ..
beda lagi kalau ngarepnya sama yang benar-benar ngasih harapan(Alloh swt).. dan tentunya menyerahkan segala keputusan kepada-Nya juga, itu beda lagi, itu malah wajib hukumnya, dijamin ga bakal sakit hati deh, kenapa ? karena semua yang DIA berikan itu yang terbaik untuk kita ..
nahhh segitu aja pembukaannya, ini dia newsletternya, semoga bermanfaat :)
SEJENAK HENING
2 minggu yang lalu saya diundang Asuransi Dayin Mitra untuk memberikan pelatihan di hotel Grand Tropic. Tentu saja apa yang saya bagikan masih seputar mindfulness, peak performance dan happiness. Yang mau saya bagikan di hari Rabu melalui buletin mingguan SukhaCitta ini adalah pemahaman tentang bahagia itu sederhana. Di salah satu slide sesi pelatihan, saya menampilkan ilustrasi dengan judul 'delegating happiness'.
Kita bersama mengetahui bahwa kebahagiaan adalah hal ajaib yang ingin dirasakan semua orang.
Kita berkata kebahagiaan itu ada di mana-mana tetapi kita seringkali gagal menemukannya.
Kita pun tak jarang mendengar cerita tentang seseorang yang kaya harta, berkuasa, dan banyak orang yang mencintai tetapi tidak merasa bahagia. Entah bagaimana mengenai kebahagiaan tetap saja sukar kita pahami seiring berjalannya waktu.
Kita, manusia, tanpa disadari memang pernah merasakan bahagia. Tapi saat rasa bahagia itu meninggalkan diri kita, meskipun hanya sesaat, kita sudah bereaksi berlebihan, galau akut, gundah gulana, dan semacamnya.
Di manakah kita dapat menemukan kebahagiaan ?
Contoh ilustrasi sederhana ini dapat membantu kita memahami kebahagiaan :
saya memberi hadiah kepada teman saya --- teman saya senang dan mengucapkan terima kasih --- teman saya balas memberi hadiah kepada saya --- saya bahagia.
Ilustrasi tersebut adalah birokrasi bahagia, yaitu rentetan kejadian yang menjadi syarat sebelum kita merasa bahagia. Dan semakin banyak kejadian yang kita butuhkan sebelum kita merasa bahagia maka semakin kita jauh dari kebahagiaan. Begitu pun sebaliknya.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa rasa bahagia membutuhkan balasan hadiah. Ada yang berpendapat tidak santun jika mengharapkan balasan hadiah. Sehingga ilustrasinya menjadi :
saya memberi hadiah kepada teman saya --- teman saya senang dan mengucapkan terima kasih --- saya bahagia.
Meskipun sudah tidak mengharapkan balasan berupa hadiah, tetapi masih mengharapkan balasan berupa: teman yang kita beri hadiah merasa senang dan mengucapkan terima kasih supaya kita merasa bahagia. Jika tidak mendapatkannya, kita merasa tidak bahagia, sedih.
Berharap adalah ibu dari segala penderitaan.
Karenanya, bisakah kita memotong birokrasi bahagia ?
Mengapa tidak kita merasa bahagia hanya karena apa yang kita lakukan, tanpa mengharapkan reaksi dari tindakan yang kita lakukan ?
Mampukah kita bahagia seperti ilutrasi di bawah ini ?
saya memberi hadiah kepada teman saya --- saya bahagia.
Atau, mungkinkah kita juga bisa menghilangkan syarat yang kita butuhkan untuk merasa bahagia, sehingga menjadi bahagia tanpa birokrasi ?
saya bahagia
"do your duty, do not bother about the results." - Krishna, Bhagavad Gita
Best wishes for amazing day,
Adjie Silarus
sebenarnya saya pernah ikut ehm semacam ESQ singkat, dan disampaikan bahwa bahagia itu ada beberapa macam,
1. bahagia karena dibahagiakan orang lain, jenis bahagia ini merugikan karena harus menunggu ada orang yang membahagiakan, kalau ga ada ?
2. bahagia karena sudah membahagiakan orang lain, jenis ini ya juga agak merugikan, kalau misalnya ga ada orangnya, ya kita ga akan bahagia kan ?
3. bahagia karena diri sendiri, nah bahagia ini yang harus kita pegang ajarannya, ada orang lain kita bahagia, ga ada juga tetep bahagia.
begitu, jadi .. selamat memilih bahagia :}
dan akhirnya, pesan itu masuk ke email, dan isinya mungkin nasehat juga untukku, jangan terlalu ngarep(bahasa jawa-nya mengharapkan) kaya rabu kemarin, yah tentunya ngarep kepada sesuatu yang juga masih ngarep ..
beda lagi kalau ngarepnya sama yang benar-benar ngasih harapan(Alloh swt).. dan tentunya menyerahkan segala keputusan kepada-Nya juga, itu beda lagi, itu malah wajib hukumnya, dijamin ga bakal sakit hati deh, kenapa ? karena semua yang DIA berikan itu yang terbaik untuk kita ..
nahhh segitu aja pembukaannya, ini dia newsletternya, semoga bermanfaat :)
SEJENAK HENING
quiet the mind to truly hear
______________________
BAHAGIA TANPA BIROKRASI
2 minggu yang lalu saya diundang Asuransi Dayin Mitra untuk memberikan pelatihan di hotel Grand Tropic. Tentu saja apa yang saya bagikan masih seputar mindfulness, peak performance dan happiness. Yang mau saya bagikan di hari Rabu melalui buletin mingguan SukhaCitta ini adalah pemahaman tentang bahagia itu sederhana. Di salah satu slide sesi pelatihan, saya menampilkan ilustrasi dengan judul 'delegating happiness'.
Kita bersama mengetahui bahwa kebahagiaan adalah hal ajaib yang ingin dirasakan semua orang.
Kita berkata kebahagiaan itu ada di mana-mana tetapi kita seringkali gagal menemukannya.
Kita pun tak jarang mendengar cerita tentang seseorang yang kaya harta, berkuasa, dan banyak orang yang mencintai tetapi tidak merasa bahagia. Entah bagaimana mengenai kebahagiaan tetap saja sukar kita pahami seiring berjalannya waktu.
Kita, manusia, tanpa disadari memang pernah merasakan bahagia. Tapi saat rasa bahagia itu meninggalkan diri kita, meskipun hanya sesaat, kita sudah bereaksi berlebihan, galau akut, gundah gulana, dan semacamnya.
Di manakah kita dapat menemukan kebahagiaan ?
Contoh ilustrasi sederhana ini dapat membantu kita memahami kebahagiaan :
saya memberi hadiah kepada teman saya --- teman saya senang dan mengucapkan terima kasih --- teman saya balas memberi hadiah kepada saya --- saya bahagia.
Ilustrasi tersebut adalah birokrasi bahagia, yaitu rentetan kejadian yang menjadi syarat sebelum kita merasa bahagia. Dan semakin banyak kejadian yang kita butuhkan sebelum kita merasa bahagia maka semakin kita jauh dari kebahagiaan. Begitu pun sebaliknya.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa rasa bahagia membutuhkan balasan hadiah. Ada yang berpendapat tidak santun jika mengharapkan balasan hadiah. Sehingga ilustrasinya menjadi :
saya memberi hadiah kepada teman saya --- teman saya senang dan mengucapkan terima kasih --- saya bahagia.
Meskipun sudah tidak mengharapkan balasan berupa hadiah, tetapi masih mengharapkan balasan berupa: teman yang kita beri hadiah merasa senang dan mengucapkan terima kasih supaya kita merasa bahagia. Jika tidak mendapatkannya, kita merasa tidak bahagia, sedih.
Berharap adalah ibu dari segala penderitaan.
Karenanya, bisakah kita memotong birokrasi bahagia ?
Mengapa tidak kita merasa bahagia hanya karena apa yang kita lakukan, tanpa mengharapkan reaksi dari tindakan yang kita lakukan ?
Mampukah kita bahagia seperti ilutrasi di bawah ini ?
saya memberi hadiah kepada teman saya --- saya bahagia.
Atau, mungkinkah kita juga bisa menghilangkan syarat yang kita butuhkan untuk merasa bahagia, sehingga menjadi bahagia tanpa birokrasi ?
saya bahagia
"do your duty, do not bother about the results." - Krishna, Bhagavad Gita
Best wishes for amazing day,
Adjie Silarus
sebenarnya saya pernah ikut ehm semacam ESQ singkat, dan disampaikan bahwa bahagia itu ada beberapa macam,
1. bahagia karena dibahagiakan orang lain, jenis bahagia ini merugikan karena harus menunggu ada orang yang membahagiakan, kalau ga ada ?
2. bahagia karena sudah membahagiakan orang lain, jenis ini ya juga agak merugikan, kalau misalnya ga ada orangnya, ya kita ga akan bahagia kan ?
3. bahagia karena diri sendiri, nah bahagia ini yang harus kita pegang ajarannya, ada orang lain kita bahagia, ga ada juga tetep bahagia.
begitu, jadi .. selamat memilih bahagia :}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar